Beranda | Artikel
Beribadah Kepada Allah Sesuai Dengan Syariat
Rabu, 2 Januari 2019

Beribadah Kepada Allah Sesuai Dengan Syariat ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor. Pada Jum’at, 17 Shafar 1440 H / 26 Oktober 2018

Khutbah Jum’at Pertama Tentang Beribadah Kepada Allah Sesuai Dengan Syariat

إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

Ummatal Islam,

Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan hamba-hambaNya untuk senantiasa beribadah kepadaNya. Dan untuk itulah Allah ciptakan jin dan manusia. Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat[51]: 56)

Maka jadikanlah hari-hari kita, aktivitas kita, waktu-waktu kita, bernilai ibadah di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Jangan sampai ada waktu-waktu yang berlalu kemudian kita tidak mendapatkan pahala padanya. Karena sesungguhnya itu adalah sebuah kerugian untuk kita saudara-saudaraku sekalian.

Sesungguhnya ibadah adalah:

اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه من الأقوال والأعمال الظاهرة و الباطنة

Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ibadah adalah sebuah nama yang mencakup semua yang Allah cintai dan ridhai. Berupa ucapan ataupun perbuatan yang tampak maupun yang tersembunyi.

Jadi semua yang Allah cintai dan ridhai, itulah ibadah. Dari mana kita mengetahui sesuatu dicintai oleh Allah dan diridhai oleh Allah? Tidak mungkin kita mengetahuinya kecuali dari jalan wahyu. Dan yang mendapatkan wahyu dari Allah adalah para Rasul. Dan Rasul kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Berarti kewajiban kita adalah beribadah kepada Allah sesuai dengan syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lah yang mendapatkan wahyu dari Allah. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling tahu apa yang Allah cintai dan ridhai. Maka semua yang Rasulullah tidak pernah contohkan kepada kita dalam ibadah, jangan kita ikuti. Karena hakikatnya itu bukan ibadah saudara-saudaraku sekalian.

Ibadah tidak dinilai oleh akal-akal kita. Ibadah tidak dinilai oleh perasaan-perasaan kita, akan tetapi ibadah itu tolak ukurnya adalah syariat Allah Rabbul ‘Izzati Wal Jalalah. Karena Allah yang berhak diibadahi dan ibadah itu hak Allah semata. Maka Allah ingin diibadahi sesuai dengan apa yang Allah cintai dan ridhai. Bukan sesuai dengan selera-selera kita.

Ibadah tidak disesuaikan dengan selera kita. Maka sebuah kesalahan ketika seseorang yang beribadah kepada Allah disesuaikan dengan kepuasan dirinya, disesuaikan dengan selera pribadinya, sebuah kesalahan yang besar. Tapi kita beribadah kepada Allah adalah sesuai dengan keridhaan Allah, sesuai dengan keridhaan dan apa yang Allah cintai terhadap ibadah tersebut. Dan itu tidak mungkin kita ketahui kecuali dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ini dia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

Ini beliau bersabda:

خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ

Ambil dari ku manasik haji kalian” (HR. Muslim)

Tentu tidak diperkenankan kita untuk membuat tata cara shalat sendiri. Tentu tidak diperkenankan kita untuk membuat tata cara manasik haji sendiri. Demikian pula ibadah-ibadah yang lainnya. Tidak diperkenankan kita untuk membuat ibadah sendiri, yang kita pandang itu sebagai sebuah kebaikan. Karena semua perkara yang kita anggap baik, belum tentu itu baik disisi Allah. Allah ta’ala berfirman:

…وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٢١٦﴾

“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah[2]: 216)

Allah subhanahu wa ta’ala telah menyampaikan kepada RasulNya semua ibadah yang Allah cintai dan ridhai. Semua perkara yang mendekatkan kita ke surga telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semua perkara yang menjauhkan kita dari api neraka sudah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kewajiban kita adalah ittiba’, bukan berbuat bid’ah, bukan membuat perkara-perkara yang baru. Kewajiban kita mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ummatal Islam,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada umatnya bahwasannya agama ini telah sempurna. Allah berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّـهِ الْإِسْلَامُ ۗ …

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam...” (Ali Imran[3]: 19)

Rasulullah pun juga sudah menyampaikan, beliau bersabda:

مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ

Tidak tersisa sedikit pun yang mendekatkan kalian ke surga, tidak pula menjauhkan kalian dari api neraka, kecuali semua sudah dijelaskan” (HR. Thabrani)

Subhanallah..
Apabila ada orang yang kemudian ia berfatwa atau berbicara dalam agama hanya sebatas dengan ra’yu semata, apabila ada seseorang berbicara tentang agama Allah, tentang halal dan haram, tentang ibadah dan yang lainnya hanya sebatas dengan pendapat ra’yu semata, semua itu perkara yang tidak dihalalkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Karena sesungguhnya kewajiban kita dan siapapun yang ingin berbicara tentang agama ini, wajib dia melihat bagaimana Allah dan RasulNya berbicara. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّـهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿١﴾

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat[49]: 1)

Saudara-saudaraku sekalian,

Allah ta’ala berfirman:

…مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ ﴿٦٥﴾

Apa yang kalian jawab dari para Rasul?” (QS. Al-Qashash[28]: 65)

Allah tidak mengatakan, “apa yang kalian jawab dari Fulan atau dari penulis Fulan atau dari Kyai Fulan atau dari Ustadz Alan.” Tidak! Tapi Allah mengatakan, “Apa yang kalian jawab dari para Rasul?” Ketika seseorang dialam kubur, ia akan ditanya oleh Malaikat Mungkar dan Nakir.

Pertanyaan pertama:

مَنْ رَبُّكَ

Siapa Rabbmu?

Pertanyaan kedua:

مَا دِينُكَ

Apa Agamamu?

Pertanyaan ketiga:

مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِى بُعِثَ فِيكُمْ

Bagaimana sikapmu terhadap lelaki (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang telah diutus padamu itu?

Tidak ada malaikat Munkar dan Nakir yang bertanya kepada mayat, “Bagaimana ittiba’ kamu kepada ulama Fulan dan Fulan?” Ulama kita jadikan sebagai wasilah memahami Al-Qur’an dan hadits, bukan sebagai tujuan. Akan tetapi di kuburan nanti akan ditanya saudaraku, ditanya tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita tidak berdosa bila kita menyelisihi ulama Fulan tapi mengikuti Rasulullah. Tapi kita berdosa bila kita tidak mengikuti Rasulullah demi mengikuti ulama Fulan. Karena kita yang diwajibkan adalah untuk mengikuti seorang manusia yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun seorang ulama, maka kita lihat apakah fatwanya sesuai dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau tidak?

Walaupun demikian kita membutuhkan para ulama untuk memahami Al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ulama bukanlah tujuan, ia hanya sebagai wasilah semata.

أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم

Khutbah Kedua Tentang Beribadah Kepada Allah Sesuai Dengan Syariat

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ

Ummatal Islam,

Maka bahagialah seorang hamba yang senantiasa berusaha menjadikan semua aktivitas hidupnya dalam rangka ibadah kepada Allah. Ia ingin agar makan dan minumnya bernilai ibadah. Ia ingin agar tidurnya menjadi ibadah. Ia ingin agar olahraganya menjadi ibadah. Ia ingin semua yang ia lakukan bernilai ibadah di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga Ia betul-betul mendapatkan ridha Allah subhanahu wa ta’ala. Maka berbahagialah orang yang seperti ini. Karena ia yakin dan ia sadar bahwa dirinya manusia yang akan dihisab oleh Allah pada hari kiamat. Semua perbuatan yang akan ditanya oleh Allah, semua ucapannya akan ditanya oleh Allah, semua aktivitas dan perbuatannya akan ditanya oleh Allah.

Ketika ia berusaha untuk menjadikan semua aktivitasnya dalam rangka ibadah kepada Allah, maka inilah hamba-hamba yang diberikan taufik oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Maka setiap diri kita tentu bertanya, “Sudahkah waktu-waktu kita, kita benar-benar maksimalkan untuk ibadah kepada Allah? Sudahkah semua yang kita ucapkan, semua yang kita perbuat, semua itu bernilai ibadah di sisi Allah subhanahu wa ta’ala?”

Siapa yang betul-betul memfokuskan semuanya untuk ibadah. Bahkan mencari dunia pun untuk ibadah dan mendapatkan pahala di sisi Allah, Allah pasti akan jadi kan hatinya kaya raya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:

يَا ابْنَ آدَمَ!تَفَرَّغْ لِعِبِادَتِيْ، أَمْلَأ قَلْبَكَ غِنَّ، وَأَمْلأ يَدَيْكَ رِزْقَا يَاابْنَ آدَمَ! لاَ تُبَاعِدْنِي

Wahai anak Adam!, fokuslah beribadah kepadaKu , niscaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki.” (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah)

Maka orang yang berusaha, semua waktunya untuk ibadah kepada Allah. Maka Allah pasti akan cukupi kebutuhan dia dunia dan akhiratnya.

إِنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٥٦﴾

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ
إنك سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعوَات، فَيَا قَاضِيَ الحَاجَات
اللهُمَّ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوابُ الرَّحِيم
اللهُمَّ نْسُرِ المُسْلِمِين فِي كُلِّ مَكَان
اللهم أَعِز الإسلام والمسلمين
اللهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عباد الله:

إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٩٠﴾
فَاذْكُرُوا الله العَظِيْمَ يَذْكُرْكُم، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُم، ولذِكرُ الله أكبَر.

Dengarkan dan Download Khutbah Jum’at Tentang Beribadah Kepada Allah Sesuai Dengan Syariat


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/45623-beribadah-kepada-allah-sesuai-dengan-syariat/